kenangan

kenangan

Selasa, 23 Oktober 2012

Teknik Pengajaran Secara Kelompok

I.                   PENDAHULUAN
Belajar-mengajar atau pengajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran. Ada tiga aspek yang membedakan anak didik yang satu dengan yang lainnya, yaitu aspek intelektual, psikologi, dan biologis. Ketiga aspek diakui sebagai akar permasalahan yang melahirkan bervariasinya sikap dan tingkah laku anak didik di sekolah.
Hal itu pula yang menjadi tugas cukup berat bagi guru dalam mengelola kelas dengan baik. Keluhan-keluhan guru sering terlontar hanya karena masalah-masalah sukarnya mengelola kelas. Akibat kegagalan guru mengelola kelas, tujuan mengajar pun sukar dicapai. Masalah pengelolaan kelas memang masalah yang tidak pernah absen dari agenda kegiatan guru.
Masalah lain yang juga selalu guru gunakan adalah masalah pendekatan. Karena disadari bahwa pendekatan dapat mempengaruhi hasil kegiatan belajar-mengajar. Bila begitu akibat yang dihasilkan dari penggunaan suatu pendekatan, maka guru tidak sembarangan memilih dan menggunakannya. Bahan pelajaran yang satu mungkin cocok untuk suatu pendekatan tertentu, tetapi untuk pelajaran yang lain lebih pas digunakan pendekatan yang lain.
Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol, yakni metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar. Metode memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar-mengajar. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki anak didik, akan ditentukan oleh kerelevansian penggunaan suatu metode yang sesuai dengan tujuan.
Media sumber belajar adalah alat bantu yang berguna dalam kegiatan belajar-mengajar. Alat bantu dapat mewakili sesuatu yang tidak dapat disampaikan guru via kata-kata atau kalimat. Keefektifan daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang sulit dan rumit dapat terjadi dengan bantuan alat bantu.

II.                   PEMBAHASAN
A.           Pengajaran Individual
Mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan intruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan peranan serta ada dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar-mengajar yang tersedia.[1]
Proses belajar mengajar atau proses pengajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga pendidikan, agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya mengantarkan para siswa menuju pada perubahan-perubahan tingkah laku baik intelektual, moral maupun sosial agar dapat hidup mandiri sebagai individu dan makhluk sosial. Dalam mencapai tujuan tersebut siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur guru melalui proses pengajaran.[2]
Pengajaran secara individual  adalah kegiatan mengajar guru yang menitik beratkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu.
Lingkungan belajar yang diatur oleh guru mencakup tujuan pengajaran, bahan pengajaran, metodologi pengajaran, dan penilaian pengajaran. Unsur-unsur tersebut biasa dikenal dengan komponen-komponen pengajaran. Tujuan pengajaran adalah rumusan kemampuan yang diharapkan dimiliki para siswa setelah ia menempuh berbagai pengalaman belajarnya (pada akhir pengajaran).[3]
Tujuan pengajaran yang asasi ialah memungkinkan manusia untuk mengetahui dirinya dan alam sekitarnya dengan pengetahuan yang berdasarkan amal perbuatan. Maka amal perbuatan adalah tujuan yang hakiki dari pada ilmu pengetahuan. Apakah gunanya ilmu pengetahuan, kalau tidak disertai dengan amal perbuatan.[4]
 Dalam kegiatan belajar-mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik di sini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan.[5]
Mengajar pasti merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu anak didik. Bila tidak ada anak didik atau objek didik, siapa yang diajar. Hal ini perlu sekali guru sadari agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap kegiatan pengajaran. Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang sudah baku dan menyatu di dalam konsep pengajaran. Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar.[6]
Kegiatan belajar-mengajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Dalam mengajar guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bujaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik. Pandangan guru terhadap anak didik akan menentukan sikap dan perbuatan. Ada beberapa pendekatan yang dapat membantu guru dalam memecahkan berbagai masalah dalam kegiatan belajar-mengajar, yaitu: pendekatan individual, perbedaan individual anak didik memberikan wawasan kepada guru bahwa strategi pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual ini. Pada kasus-kasus yang timbul dalam kegiatan belajar-mengajar, dapat diatasi dengan pendekatan individual.[7]
Pendekatan kelompok, pendekatan ini suatu waktu diperlukan dan perlu digunakan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. Hal ini disadari bahwa anak didik adalah sejenis makhluk homo socius, yakni makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama.[8]
Pendekatan bervariasi, permasalhan yang dihadapi oleh setiap anak didik biasanya bervariasi, maka pendekatan yang digunakan pun akan lebih tepat dengan pendekatan bervariasi pula. Misalnya, anak didik yang tidak disiplin dan anak didik yang suka berbicara akan berbeda pemecahannya dan menghendaki pendekatan yang berbeda-beda pula. Guru tidak bisa menggunakan teknik pemecahan yang sama untuk memecahkan permasalahan yang lain. Kalaupun ada, itu hanya pada kasus tertentu. Perbedaaan dalam teknik pemecahan kasus itulah didekati dengan “pendekatan bervariansi”.[9]


B.            Metode Pengajaran Individual
Metodologi pengajaran adalah metode dan teknik yang digunakan guru dalam melakukan interaksinya dengan siswa agar bahan pengajaran sampai kepada siswa, sehingga siswa menguasai tujuan pengajaran. Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol ,yakni: metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar.[10]
Metode pengajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan guru.[11]
Beberapa macam metode-metode yang dapat dilakukan dalam pengajaran individual, yaitu:
1.             Metode Proyek
Metode proyek atau unit adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna. Pemecahan setiap masalah perlu melibatkan bukan hanya satu mata pelajaran atau bidang studi saja, melaikan hendaknya melibatkan berbagai  mata pelajaran yang ada kaitannya dan sumbangannya bagi pemecahan maslah tersebut, sehingga setiap masalah dapat dipecahkan sacara keseluruhan yang berarti. Dalam penggunaannya metode proyek memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, yaitu: dapat memperluas pemikiraan siswa yang berguna dalam menghadapi masalah kehidupan, dapat membina siswa dengan kebiasaan menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari secara terpadu.[12]
Kekurangannya, yaitu: a)kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini, baik secara vertikal maupun horizontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini; b)pemilihan topik unit yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswa, cukup fasilitas dan sumber-sumber belajar yang diperlukan, bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah; c)bahan pelajaran sering menjadi luas sehingga dapat mengaburkan pokok unit yang dibahas.[13]
2.             Metode Eksperimen
Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya. Kelebihan metode ini, yaitu: a)membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya; b)dapat membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia; c)hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia. Kekurangan metode ini, yaitu: a)metode ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains dan teknologi; b)metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan mahal; c)metode ini menuntut ketelitian, keuletan, dan ketabahan; d)setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan manusia.[14]
3.             Metode Resitasi
Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak, sementara waktu sedikit.[15]
Ada langkah-langkah yang harus diikuti dalam penggunan metode tugas atau resitasi, yaitu fase pemberian tugas, langkah pelaksanaan tugas, dan fase mempertanggungjawabkan tugas.[16]
Kelebihannya, yaitu: a)lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual ataupun kelompok; b)dapat mengembangkan kemandirian siswa di luar pengawasan guru; c)dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa; d)dapat mengembangkan kreativitas siswa. Kekurangannya, yaitu: a)siswa sulit dikontrol; b)tidak mudah memberikan tugas yang sesuai denag perbedaan individu siswa; c)sering memberikan tugas yang monoton dapat menimbulkan kebosanaan siswa.[17]
4.             Metode Demontrasi
Metode demontrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan.[18] 
Kelebihan metode ini, yaitu: a)dapat membuat pengajaran lebih jelas dan lebih konkret, sehingga menghindari verbalisme (pemahaman secara kata-kata atau kalimat); b)siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari; c)proses pengajaran lebih menarik; d)siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri. Kelemahan metode ini, yaitu: a)metode ini memerlukan keterampilan guru secara khusus; b)fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik; c)demontrasi memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang di samping memerlukan waktu yang cukup panjang, yang mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran yang lain.[19]
5.             Metode Problem Solving
Metode problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai denga mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. [20] 
Kelebihan metode ini, yaitu: a)metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja; b)proses belajar-mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi danmemecahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan di dalam kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat, dan bekerja kelak, suatu kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan manusia; c)metode ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh. Kekurangan metode ini, yaitu: a)menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru; b)proses belajar-mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak da sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain; c)mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.[21]

C.            Media Pengajaran
Kata media berasal dari bahasa latin danmerupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar. Menurut Heinich, Molenda, dan Ruse (1990) diungkapkan bahwa media is a channel of communication. Derived from the Latin word for “between”, the term refers “to anything that carries information between a source and receiver. Lesle J. Briggs (1979), menyatakan bahwa media adalah “alat untuk memberi perangsang bagi peserta didik supaya terjadi proses belajar”.[22]
Rossi dan Breidle (1966), mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujun pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya.[23]
Namun demikian, media bukan hanya alat dan bahan saja, akan tetapi hal-hal lain  yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan yag menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi dalam pengertian ini media bukan hanyaalat perantara seperti televisi, radio, slide, bahan cetakan, akan tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karyawisata, simulasi, dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa atau untuk menambah keterampilan.[24]
Selain pegertian di atas, ada juga yang berpendapat bahwa media pengajaran meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Hardware adalah alat-alat yang dapat mengantar pesan seperti Over Head Projector, radio, televisi, dan sebagainya. Sedangkan software adalah isi  program yang mengandung pesan seperti informasi yang terdapat pada transparansi atau buku dan bahan-bahan cetak lainnya, cerita yang terkandung dalam film atau materi yang disuguhkan dalam bentuk bagan, grafik, diagram, dan lain sebagainya.[25]
1.             Fungsi dan manfaat penggunaaan media pembelajaran
Edgar Dale mengemukakan bahwa pengetahuan siswa akan semakin abstark apabila hanya disampaikan melalui bahasa verbal. Hal ini menunjukkan terjadinya verbalisme, artinya siswa hanya mengetahui tetang kata tanpa memahami dan mengerti makna yang terkandung dalam kata tersebut. Hal semacam ini dapat menimbulkan kesalahan persepsi siswa. Oleh sebab itu, sebaiknya diusahakan agar pengalaman siswa menjadi lebih kokret, pesan yang ingin disampaikan benar-benar dapat mencapai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai, dilakukan melalui kegiatan yang dapat mendekatkan siswa dengan kondisi yang sebenarnya.[26]
Dengan penjelasan di atas, maka secara khusus media pembelajaran memiliki fungsi dan berperan seperti berikut ini.[27]
a.              Menangkap suatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu
b.             Memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu
c.              Menambah gairah dan motivasi belajar siswa
Menurut Kemp dan Dayton (1985), media memiliki kontribusi yang sangat penting terhadap proses pembelajaran. Di antara kontribusi tersebut menurut kedua ahli tersebut adalah sebagai berikut:[28]
a.              Penyampaiaan pesan pembelajaran dapat lebih terstandar;
b.             Pembelajaran dapat lebih menarik;
c.              Pembelajaran menjadi lebih interaktif;
d.             Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek;
e.              Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan;
f.              Proses pembelajaran dapat berlangsung kapan pun dan di mana pun di perlukan;
g.             Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan;
h.             Peran guru berubah ke arah yang positif, artinya guru tidak menempatkan diri sebagai satu-satunya sumber belajar.

2.             Klasifikasi dan macam-macam media pembelajaran
Media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya.
a.              Dilihat dari sifatnya, media dibagi ke dalam:[29]
1)             Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.
2)             Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Yang termasuk ke dalam media ini adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang di cetak seperti media grafis.
3)             Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung kedua usur jenis media yang pertama dan kedua.
 
b.             Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi ke dalam:[30]
1)             Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi. Melalui media ini siswa dapat mempelajari hal-hal atau kejadian-kejadian yang aktual secara serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus.
2)             Media yang mempunyai daya input yang terbatas oleh ruang dan waktu, seperti film slide, film, video, dan lain sebagainya.

c.              Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam:[31]
1)             Media yang diproyeksikan, seperti film, slide, film strip, transparansi, dan lain sebagainya.
2)             Media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio, danlain sebagainya.


III.                   PENUTUP
Dari pembahasan di atas ada beberapa kesimpulan, yaitu: 1)pengajaran indivual adalah kegiatan mengajar guru yang menitik beratkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu; 2)metode mengajar adalah alat yang dapat merupakan bagian dari perangkat alat dan cara dalam pelaksanaan suatu strategi belajar-mengajar. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk proses pengajaran individual, yaitu metode proyek, metode eksperimen, metode resitasi, metode demontrasi, dan metode problem solving; 3)media pengajaran merupakan alat bantu yang berguna dalam kegiatan belajar-mengajar. Media yanng dapat digunakan dalam pengajaran individual, yaitu media auditif, media visual, dan media audiovisual.



HASIL WAWANCARA
Kelompok kami melakukan wawancara, pada:
Hari/tanggal       : Sabtu, 13 Oktober 2012
Pukul                 : 08.30 s/d -
Tempat               : SD Al-Khairiyah
Narasumber       : Ibu Dahrita (selaku wali kelas dan guru bidang studi) dan bapak Saparuddin (selaku guru bidang studi)
Pertanyaan dan jawabannya:
Narasumber pertama (Ibu Dahrita)
1)             Bagaimana cara melakukan penilaian terhadap individual anak didik ?
Jawabannya: cara yang digunakan oleh setiap guru berbeda-beda, tetapi kebanyakan guru melakukan penilaian terhadap individu anak didik  dengan penilaian berkelompok setelah itu baru akan melakukan penilaian individual.
2)             Apa saja media yang digunakan dalam proses belajar-mengajar atau proses pengajaran individual?
Jawabannya: dengan terbatasnya media yang di sediakan oleh sekolah sehingga media yang sering digunakan adalah media dari anak didik, lingkungan, dan peralatan-peralatan yang tersedia.
3)             Bagaimana pendekatan yang dilakukan oleh guru terhadap murid?
Jawabannya: biasanya kami melakukan pendekatan individual kepada anak didik yang memiliki masalah pada nilai-nilai dan perilakunya. Dan untuk anak didik yang masih kami anggap mampu, hanya kami kontrol dengan prilaku di dalam kelas saja.

Narasumber kedua (Bapak Saparuddin)
1)             Apa media yang bapak gunakan dalam pengajaran individual?
Jawabannya: media sering saya gunakan adalah perlatan-peralatan yang disediakan oleh sekolah dan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan saya sampikan.
2)             Bagaimana  pendekatan yang dilakukan dalam pengajaran individual?
Jawabannya: saya lebih cenderung melakukan pendekatan individual, yang di mana saya harus mengetahui kepribadian setiap anak didik, karena setiap anak didik memiliki kepribadian yang berbeda-beda.
3)             Kendala apa saja yang muncul dalam pengajaran individual?
Jawabannya: kurang tersedianya media pembelajaran dan kurang terjalinnya team work dalam pendidikan.

Kesimpulan yang kami peroleh: pendekatan dalam pengajaran individual dapat dilakukan dengan mengetahui kepribadian setiap anak didik dan media yang digunakan dalam pengajaran disesuaikan dengan kondisi sekolah. Sehingga keterbatasan media pengajaran di sekolah menjadi faktor munculnya kendala-kendala dalam melakukan pengajaran.





DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan dan Moedjiono. 2008. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 1997. Media Pengajaran. Bandung: PT. Sinar Baru.
Yunus, Mahmud. 2006. Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Khusna, Devi Asmaul, dkk., Model Pembelajaran Individual. (film slide ke-2).
Sanjaya, Wina. 2010. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana.


[1] Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-12, hal. 3
[2] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, Bandung: PT. Sinar Baru, 1997), cet. ke-3, hal. 1
[3] Ibid.
[4] Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2006), cet. ke-1, hal. 35
[5] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet. ke-3, Hal. 38
[6] Ibid .
[7] Ibid., hal. 53-54
[8] Ibid ., hal. 55
[9] Ibid., hal. 58
[10] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Loc. Cit.
[11] Devi Asmaul Khusna, Dewi Maulidiyah, Shely Nur, Pramita R., Agung Hermawan, Model pembelajaran Individual, (film slide ke-2).
[12] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Op. Cit., hal. 83
[13] Ibid., hal. 84
[14] Ibid., hal. 84-85
[15] Ibid.
[16] Ibid., hal. 86
[17] Ibid., hal. 87
[18] Ibid., hal. 90     
[19] Ibid., hal. 91
[20] Ibid.
[21] Ibid ., hal. 92-93
[22] H. Wina Sanjaya, Perencanaan Dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. Ke-3, hal. 204
[23] Ibid.
[24] Ibid ., hal. 204-205
[25] Ibid.
[26] Ibid. , hal. 206-207
[27] Ibid . , hal. 208-209
[28] Ibid . ,hal. 210
[29] Ibid . , hal. 211
[30] Ibid.
[31] Ibid . ,hal. 212