I.
PENDAHULUAN
Belajar-mengajar
atau pengajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif
mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang
bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan,
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum
pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya
secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan
pengajaran. Ada tiga aspek yang membedakan anak didik yang satu dengan yang
lainnya, yaitu aspek intelektual,
psikologi, dan biologis. Ketiga
aspek diakui sebagai akar permasalahan yang melahirkan bervariasinya sikap dan
tingkah laku anak didik di sekolah.
Hal
itu pula yang menjadi tugas cukup berat bagi guru dalam mengelola kelas dengan
baik. Keluhan-keluhan guru sering terlontar hanya karena masalah-masalah
sukarnya mengelola kelas. Akibat kegagalan guru mengelola kelas, tujuan
mengajar pun sukar dicapai. Masalah pengelolaan kelas memang masalah yang tidak
pernah absen dari agenda kegiatan guru.
Masalah
lain yang juga selalu guru gunakan adalah masalah pendekatan. Karena disadari
bahwa pendekatan dapat mempengaruhi hasil kegiatan belajar-mengajar. Bila
begitu akibat yang dihasilkan dari penggunaan suatu pendekatan, maka guru tidak
sembarangan memilih dan menggunakannya. Bahan pelajaran yang satu mungkin cocok
untuk suatu pendekatan tertentu, tetapi untuk pelajaran yang lain lebih pas
digunakan pendekatan yang lain.
Dalam
metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol, yakni metode mengajar
dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar. Metode memiliki andil yang
cukup besar dalam kegiatan belajar-mengajar. Kemampuan yang diharapkan dapat
dimiliki anak didik, akan ditentukan oleh kerelevansian penggunaan suatu metode
yang sesuai dengan tujuan.
Media
sumber belajar adalah alat bantu yang berguna dalam kegiatan belajar-mengajar.
Alat bantu dapat mewakili sesuatu yang tidak dapat disampaikan guru via kata-kata atau kalimat. Keefektifan
daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang sulit dan rumit dapat
terjadi dengan bantuan alat bantu.
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengajaran Individual
Mengajar
adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses
belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling
mempengaruhi, yakni tujuan intruksional yang ingin dicapai, materi yang
diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan peranan serta ada dalam hubungan
sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana
belajar-mengajar yang tersedia.[1]
Proses
belajar mengajar atau proses pengajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan
kurikulum suatu lembaga pendidikan, agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya
mengantarkan para siswa menuju pada perubahan-perubahan tingkah laku baik
intelektual, moral maupun sosial agar dapat hidup mandiri sebagai individu dan
makhluk sosial. Dalam mencapai tujuan tersebut siswa berinteraksi dengan lingkungan
belajar yang diatur guru melalui proses pengajaran.[2]
Pengajaran secara individual
adalah kegiatan mengajar guru yang menitik beratkan pada bantuan dan
bimbingan belajar kepada masing-masing individu.
Lingkungan
belajar yang diatur oleh guru mencakup tujuan pengajaran, bahan pengajaran,
metodologi pengajaran, dan penilaian pengajaran. Unsur-unsur tersebut biasa
dikenal dengan komponen-komponen pengajaran. Tujuan pengajaran adalah rumusan
kemampuan yang diharapkan dimiliki para siswa setelah ia menempuh berbagai
pengalaman belajarnya (pada akhir pengajaran).[3]
Tujuan
pengajaran yang asasi ialah memungkinkan manusia untuk mengetahui dirinya dan
alam sekitarnya dengan pengetahuan yang berdasarkan amal perbuatan. Maka amal
perbuatan adalah tujuan yang hakiki dari pada ilmu pengetahuan. Apakah gunanya
ilmu pengetahuan, kalau tidak disertai dengan amal perbuatan.[4]
Dalam kegiatan belajar-mengajar, anak adalah
sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti
proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai
suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika
anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik di
sini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan.[5]
Mengajar
pasti merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu anak
didik. Bila tidak ada anak didik atau objek didik, siapa yang diajar. Hal ini
perlu sekali guru sadari agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap kegiatan
pengajaran. Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang sudah baku
dan menyatu di dalam konsep pengajaran. Sama halnya dengan belajar, mengajar
pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi
lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan
mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar
adalah proses memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam melakukan
proses belajar.[6]
Kegiatan
belajar-mengajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan
berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Dalam
mengajar guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bujaksana,
bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik. Pandangan guru terhadap anak
didik akan menentukan sikap dan perbuatan. Ada beberapa pendekatan yang dapat
membantu guru dalam memecahkan berbagai masalah dalam kegiatan
belajar-mengajar, yaitu: pendekatan individual, perbedaan
individual anak didik memberikan wawasan kepada guru bahwa strategi pengajaran
harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual ini. Pada
kasus-kasus yang timbul dalam kegiatan belajar-mengajar, dapat diatasi dengan
pendekatan individual.[7]
Pendekatan
kelompok, pendekatan ini suatu waktu diperlukan
dan perlu digunakan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik.
Hal ini disadari bahwa anak didik adalah sejenis makhluk homo socius, yakni makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama.[8]
Pendekatan
bervariasi, permasalhan yang dihadapi oleh
setiap anak didik biasanya bervariasi, maka pendekatan yang digunakan pun akan
lebih tepat dengan pendekatan bervariasi pula. Misalnya, anak didik yang tidak
disiplin dan anak didik yang suka berbicara akan berbeda pemecahannya dan
menghendaki pendekatan yang berbeda-beda pula. Guru tidak bisa menggunakan
teknik pemecahan yang sama untuk memecahkan permasalahan yang lain. Kalaupun
ada, itu hanya pada kasus tertentu. Perbedaaan dalam teknik pemecahan kasus
itulah didekati dengan “pendekatan
bervariansi”.[9]
B.
Metode Pengajaran
Individual
Metodologi
pengajaran adalah metode dan teknik yang digunakan guru dalam melakukan
interaksinya dengan siswa agar bahan pengajaran sampai kepada siswa, sehingga
siswa menguasai tujuan pengajaran. Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek
yang paling menonjol ,yakni: metode
mengajar dan media pengajaran
sebagai alat bantu mengajar.[10]
Beberapa
macam metode-metode yang dapat dilakukan dalam pengajaran individual, yaitu:
1.
Metode
Proyek
Metode
proyek atau unit adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak dari suatu
masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga
pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna. Pemecahan setiap masalah perlu
melibatkan bukan hanya satu mata pelajaran atau bidang studi saja, melaikan
hendaknya melibatkan berbagai mata
pelajaran yang ada kaitannya dan sumbangannya bagi pemecahan maslah tersebut,
sehingga setiap masalah dapat dipecahkan sacara keseluruhan yang berarti. Dalam
penggunaannya metode proyek memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, yaitu: dapat memperluas
pemikiraan siswa yang berguna dalam menghadapi masalah kehidupan, dapat membina
siswa dengan kebiasaan menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam
kehidupan sehari-hari secara terpadu.[12]
Kekurangannya,
yaitu: a)kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini, baik secara vertikal
maupun horizontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini; b)pemilihan topik
unit yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswa, cukup fasilitas dan
sumber-sumber belajar yang diperlukan, bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah;
c)bahan pelajaran sering menjadi luas sehingga dapat mengaburkan pokok unit yang
dibahas.[13]
2.
Metode
Eksperimen
Metode
eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan
percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.
Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran,
atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan atas proses
yang dialaminya. Kelebihan metode ini,
yaitu: a)membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan
percobaannya; b)dapat membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru
dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia;
c)hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat
manusia. Kekurangan metode ini,
yaitu: a)metode ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains dan teknologi; b)metode
ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah
diperoleh dan mahal; c)metode ini menuntut ketelitian, keuletan, dan ketabahan;
d)setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin
ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan manusia.[14]
3.
Metode
Resitasi
Metode
resitasi (penugasan) adalah metode
penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan
kegiatan belajar. Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu
banyak, sementara waktu sedikit.[15]
Ada
langkah-langkah yang harus diikuti dalam penggunan metode tugas atau resitasi, yaitu fase pemberian tugas,
langkah pelaksanaan tugas, dan fase mempertanggungjawabkan tugas.[16]
Kelebihannya, yaitu:
a)lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual ataupun
kelompok; b)dapat mengembangkan kemandirian siswa di luar pengawasan guru; c)dapat
membina tanggung jawab dan disiplin siswa; d)dapat mengembangkan kreativitas
siswa. Kekurangannya, yaitu: a)siswa
sulit dikontrol; b)tidak mudah memberikan tugas yang sesuai denag perbedaan
individu siswa; c)sering memberikan tugas yang monoton dapat menimbulkan
kebosanaan siswa.[17]
4.
Metode
Demontrasi
Metode
demontrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan meragakan atau
mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang
sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai dengan
penjelasan lisan.[18]
Kelebihan metode ini,
yaitu: a)dapat membuat pengajaran lebih jelas dan lebih konkret, sehingga
menghindari verbalisme (pemahaman secara kata-kata atau kalimat); b)siswa lebih
mudah memahami apa yang dipelajari; c)proses pengajaran lebih menarik; d)siswa
dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan,
dan mencoba melakukannya sendiri. Kelemahan
metode ini, yaitu: a)metode ini memerlukan keterampilan guru secara khusus;
b)fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak selalu
tersedia dengan baik; c)demontrasi memerlukan kesiapan dan perencanaan yang
matang di samping memerlukan waktu yang cukup panjang, yang mungkin terpaksa
mengambil waktu atau jam pelajaran yang lain.[19]
5.
Metode
Problem Solving
Metode
problem solving bukan hanya sekedar
metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan
metode-metode lainnya yang dimulai denga mencari data sampai kepada menarik
kesimpulan. [20]
Kelebihan metode ini,
yaitu: a)metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan
dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja; b)proses belajar-mengajar
melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi danmemecahkan
masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan di dalam kehidupan
dalam keluarga, bermasyarakat, dan bekerja kelak, suatu kemampuan yang sangat
bermakna bagi kehidupan manusia; c)metode ini merangsang pengembangan kemampuan
berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh. Kekurangan metode ini, yaitu: a)menentukan suatu masalah yang
tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan
kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat
memerlukan kemampuan dan keterampilan guru; b)proses belajar-mengajar dengan
menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak da sering
terpaksa mengambil waktu pelajaran lain; c)mengubah kebiasaan siswa belajar
dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan
banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang
kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan
tersendiri bagi siswa.[21]
C.
Media Pengajaran
Kata media berasal dari bahasa
latin danmerupakan bentuk jamak dari kata medium
yang secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar. Menurut Heinich, Molenda, dan Ruse (1990) diungkapkan bahwa media is a channel of communication. Derived
from the Latin word for “between”, the term refers “to anything that carries
information between a source and receiver. Lesle J. Briggs (1979),
menyatakan bahwa media adalah “alat untuk memberi perangsang bagi peserta didik
supaya terjadi proses belajar”.[22]
Rossi dan Breidle (1966),
mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat
dipakai untuk tujun pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah,
dan sebagainya.[23]
Namun demikian, media bukan hanya
alat dan bahan saja, akan tetapi hal-hal lain
yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Menurut Gerlach
secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan yag
menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan sikap. Jadi dalam pengertian ini media bukan hanyaalat
perantara seperti televisi, radio, slide,
bahan cetakan, akan tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar
atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karyawisata, simulasi, dan
lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan,
mengubah sikap siswa atau untuk menambah keterampilan.[24]
Selain pegertian di atas, ada juga
yang berpendapat bahwa media pengajaran meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Hardware adalah alat-alat yang dapat mengantar pesan seperti Over Head Projector, radio, televisi,
dan sebagainya. Sedangkan software
adalah isi program yang mengandung pesan
seperti informasi yang terdapat pada transparansi atau buku dan bahan-bahan
cetak lainnya, cerita yang terkandung dalam film atau materi yang disuguhkan
dalam bentuk bagan, grafik, diagram, dan lain sebagainya.[25]
1.
Fungsi dan manfaat
penggunaaan media pembelajaran
Edgar
Dale mengemukakan bahwa pengetahuan siswa akan semakin abstark apabila hanya
disampaikan melalui bahasa verbal. Hal ini menunjukkan terjadinya verbalisme,
artinya siswa hanya mengetahui tetang kata tanpa memahami dan mengerti makna
yang terkandung dalam kata tersebut. Hal semacam ini dapat menimbulkan
kesalahan persepsi siswa. Oleh sebab itu, sebaiknya diusahakan agar pengalaman
siswa menjadi lebih kokret, pesan yang ingin disampaikan benar-benar dapat
mencapai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai, dilakukan melalui kegiatan yang
dapat mendekatkan siswa dengan kondisi yang sebenarnya.[26]
Dengan
penjelasan di atas, maka secara khusus media pembelajaran memiliki fungsi dan
berperan seperti berikut ini.[27]
a.
Menangkap suatu objek
atau peristiwa-peristiwa tertentu
b.
Memanipulasi keadaan,
peristiwa, atau objek tertentu
c.
Menambah gairah dan
motivasi belajar siswa
Menurut
Kemp dan Dayton (1985), media memiliki kontribusi yang sangat penting terhadap
proses pembelajaran. Di antara kontribusi tersebut menurut kedua ahli tersebut
adalah sebagai berikut:[28]
a.
Penyampaiaan pesan
pembelajaran dapat lebih terstandar;
b.
Pembelajaran dapat
lebih menarik;
c.
Pembelajaran menjadi
lebih interaktif;
d.
Waktu pelaksanaan
pembelajaran dapat diperpendek;
e.
Kualitas pembelajaran
dapat ditingkatkan;
f.
Proses pembelajaran
dapat berlangsung kapan pun dan di mana pun di perlukan;
g.
Sikap positif siswa
terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan;
h.
Peran guru berubah ke
arah yang positif, artinya guru tidak menempatkan diri sebagai satu-satunya
sumber belajar.
2.
Klasifikasi dan
macam-macam media pembelajaran
Media
pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung
dari sudut mana melihatnya.
a.
Dilihat dari sifatnya,
media dibagi ke dalam:[29]
1)
Media auditif, yaitu
media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur
suara, seperti radio dan rekaman suara.
2)
Media visual, yaitu
media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Yang
termasuk ke dalam media ini adalah film slide,
foto, transparansi, lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang di cetak
seperti media grafis.
3)
Media audiovisual, yaitu
jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar
yang dapat dilihat, seperti rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya.
Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung
kedua usur jenis media yang pertama dan kedua.
b.
Dilihat dari kemampuan
jangkauannya, media dapat pula dibagi ke dalam:[30]
1)
Media yang memiliki
daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi. Melalui media ini
siswa dapat mempelajari hal-hal atau kejadian-kejadian yang aktual secara
serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus.
2)
Media yang mempunyai
daya input yang terbatas oleh ruang dan waktu, seperti film slide, film, video, dan lain sebagainya.
c.
Dilihat dari cara atau
teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam:[31]
1)
Media yang
diproyeksikan, seperti film, slide,
film strip, transparansi, dan lain sebagainya.
2)
Media yang tidak
diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio, danlain sebagainya.
III.
PENUTUP
Dari
pembahasan di atas ada beberapa kesimpulan, yaitu: 1)pengajaran indivual adalah kegiatan mengajar guru yang menitik beratkan
pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu;
2)metode mengajar adalah alat yang dapat merupakan bagian dari perangkat alat
dan cara dalam pelaksanaan suatu strategi belajar-mengajar. Ada beberapa metode
yang dapat digunakan untuk proses pengajaran individual, yaitu metode proyek, metode eksperimen, metode
resitasi, metode demontrasi, dan metode
problem solving; 3)media pengajaran merupakan alat bantu yang berguna dalam
kegiatan belajar-mengajar. Media yanng dapat digunakan dalam pengajaran
individual, yaitu media auditif, media
visual, dan media audiovisual.
HASIL WAWANCARA
Kelompok
kami melakukan wawancara, pada:
Hari/tanggal : Sabtu, 13 Oktober 2012
Pukul : 08.30 s/d -
Tempat : SD Al-Khairiyah
Narasumber : Ibu Dahrita (selaku wali kelas dan guru bidang studi) dan
bapak Saparuddin (selaku guru bidang studi)
Pertanyaan dan jawabannya:
Narasumber pertama (Ibu Dahrita)
1)
Bagaimana cara
melakukan penilaian terhadap individual anak didik ?
Jawabannya: cara yang
digunakan oleh setiap guru berbeda-beda, tetapi kebanyakan guru melakukan penilaian
terhadap individu anak didik dengan
penilaian berkelompok setelah itu baru akan melakukan penilaian individual.
2)
Apa saja media yang
digunakan dalam proses belajar-mengajar atau proses pengajaran individual?
Jawabannya: dengan
terbatasnya media yang di sediakan oleh sekolah sehingga media yang sering
digunakan adalah media dari anak didik, lingkungan, dan peralatan-peralatan
yang tersedia.
3)
Bagaimana pendekatan
yang dilakukan oleh guru terhadap murid?
Jawabannya: biasanya
kami melakukan pendekatan individual kepada anak didik yang memiliki masalah
pada nilai-nilai dan perilakunya. Dan untuk anak didik yang masih kami anggap
mampu, hanya kami kontrol dengan prilaku di dalam kelas saja.
Narasumber kedua (Bapak
Saparuddin)
1)
Apa media yang bapak
gunakan dalam pengajaran individual?
Jawabannya: media
sering saya gunakan adalah perlatan-peralatan yang disediakan oleh sekolah dan
gambar yang berhubungan dengan materi yang akan saya sampikan.
2)
Bagaimana pendekatan yang dilakukan dalam pengajaran
individual?
Jawabannya: saya lebih
cenderung melakukan pendekatan individual, yang di mana saya harus mengetahui
kepribadian setiap anak didik, karena setiap anak didik memiliki kepribadian
yang berbeda-beda.
3)
Kendala apa saja yang
muncul dalam pengajaran individual?
Jawabannya: kurang
tersedianya media pembelajaran dan kurang terjalinnya team work dalam
pendidikan.
Kesimpulan
yang kami peroleh: pendekatan dalam pengajaran individual dapat dilakukan
dengan mengetahui kepribadian setiap anak didik dan media yang digunakan dalam
pengajaran disesuaikan dengan kondisi sekolah. Sehingga keterbatasan media
pengajaran di sekolah menjadi faktor munculnya kendala-kendala dalam melakukan
pengajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasibuan
dan Moedjiono. 2008. Proses Belajar
Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sudjana,
Nana dan Ahmad Rivai. 1997. Media
Pengajaran. Bandung: PT. Sinar Baru.
Yunus,
Mahmud. 2006. Pokok-Pokok Pendidikan dan
Pengajaran. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Djamarah,
Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Khusna, Devi Asmaul, dkk.,
Model Pembelajaran Individual. (film
slide ke-2).
Sanjaya, Wina. 2010. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Kencana.
[1] Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-12, hal. 3
[2] Nana Sudjana dan Ahmad
Rivai, Media Pengajaran, Bandung: PT.
Sinar Baru, 1997), cet. ke-3, hal. 1
[3] Ibid.
[4] Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran,
(Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2006), cet. ke-1, hal. 35
[5] Syaiful Bahri Djamarah
dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar,
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet. ke-3, Hal. 38
[6] Ibid .
[7] Ibid., hal. 53-54
[8] Ibid ., hal. 55
[9] Ibid., hal. 58
[10] Nana Sudjana dan Ahmad
Rivai, Loc. Cit.
[11] Devi Asmaul Khusna, Dewi Maulidiyah, Shely Nur, Pramita R., Agung Hermawan, Model pembelajaran
Individual, (film slide
ke-2).
[12] Syaiful Bahri Djamarah
dan Aswan Zain, Op. Cit., hal. 83
[13] Ibid., hal. 84
[14] Ibid., hal. 84-85
[15] Ibid.
[16] Ibid., hal. 86
[17] Ibid., hal. 87
[18] Ibid., hal. 90
[19] Ibid., hal. 91
[20] Ibid.
[21] Ibid ., hal. 92-93
[22] H. Wina Sanjaya, Perencanaan Dan Desain Sistem Pembelajaran,
(Jakarta: Kencana, 2010), cet. Ke-3, hal. 204
[23] Ibid.
[24] Ibid ., hal. 204-205
[25] Ibid.
[26] Ibid. , hal. 206-207
[27] Ibid . , hal. 208-209
[28] Ibid . ,hal. 210
[29] Ibid . , hal. 211
[30] Ibid.
[31] Ibid . ,hal. 212