kenangan

kenangan

Senin, 09 Juli 2012

Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia


PENDAHULUAN
Pendidikan tidak akan punya arti bila manusia tidak ada di dalamnya. Hal ini disebabkan, karena manusia merupakan subjek dan objek pendidik. Artinya manusia tidak akan bisa berkembang dan mengembangkan kebudayaan secaa sempurna bila tidak ada pendidikan. Untuk itu, tidak berlebihan jika di katakana, bahwa eksistensi pendidikan merupakan salah satu syarat yang mendasar bagi meneruskan dan mengekalkan kebudayan manusia begitu juga dengan pendidikan islam di Indonesia. Sejarah pendidikan islam pertama di bawa oleh Rasulullah dan di teruskan oleh para sahabat dan pengikut beliau, sampai saat ini pendidikan islam masih berkembang baik di Indonesia maupun negara–negara lain.

PEMBAHASAN
PERIODISASI SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Pada bagian terdahulu sudah di kemukakan bahwa pendidikan islam sama tuanya dengan islam itu sendiri, dan tentu saja tidak akan terlepas dari sejarah islam pada umumnya,karna  itula periodisasi sejarah pendidikan islam berada dalam periode – periode sejarah islam itu sendiri dan dimana kita juga sudah tau pendidikan islam pertama kali di bawa oleh Rasulullah di mana Rasulullah menyiarkannya di Makkah melalui tiga tahap yaitu : Tahap rahasia dan perorangan, Tahap terang – terangan, dan Tahap untuk umum.
Pendidikan islam tersebut pada dasarnya di laksanakan dalam upaya menyahuti kehendak umat islam pada masa itu dan masa yang akan datang yang di anggap sebagai need of life. Usaha yang di miliki apabila kita teliti dan perhatikan lebih mendalam merupakan upaya untuk melaksanakan isi kandungan Al-Qu’an terutama yang tertuang pada surat AL Alaq 1-5.
Harun Nasution, secara garis besar membagi sejarah islam kedalam tiga periode, yaitu : periode klasik,pertengahan, dan modern.
1.      Periode pembinaan pendidikan islam, yang berlangsung pada massa Nabi Muhammad SAW.Lebih kurang 23 tahun semenjak beliau menerima wahyu pertama sebagai sebagaitanda kerasulannya sampai wafat;
2.      Periode pertumbuhan pendidikan islam, yang berlangsung sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW.sampai dengan akhir kekuasaan Banu Umaiyah, yang diwarnai oleh penyebaran islam ke dalam linkungan budaya bangsa di luar bangsa Arab dan perkembanganya ilmu – ilmu naqli;
3.      Periode kejayaan islam, yang berlangsung sejak permulaan Daulah Bani Abbasyiah sampai dengan jatuhnya kota Baghdad diwarnai dengan perkembanganya secara pesat ilmu pengetahuandan kebudayaan islam serta mencapai puncak kejayaan.
4.      Tahap kemunduruan pendidikan, yang berlangsung jatuhnya kota Baghdad sampai dengan jatuhnya Mesir oleh Napoleon Bonaparte di sekitar abat ke- 13 yang ditandai lemahnya kebudayaan islam dan berpindahnya pusat–pusat pengembangan kebudayaan dan peradaban manusia ke dunia barat;
5.      Tahap pembaruanpendidikan islam, yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon di akhir abat ke- 18 M sampai sekarang ini, yang di tandai dengan masuknya unsur-unsur budaya dan pendidikan Modern dari dunia barat ke dunia islam.
Sementara itu kegiatan pendidikan di Indonesia yang lahir dan tumbuh serta berkmbang bersamaan masuknya dan berkembangnya islam di Indonesia,di mana pendidikan Indonesia mengalami pasang surut demikian dengan keadaan Indonesia di saat itu dan setelah kemerdekaan Indonesia(1945-1965) penyelengaraan pendidikan agama pun menjadi perhatian serius dari pemerintah, terutama untuk madrasah dan pesantren,meskipun Indonesia baru memproklamasikan kemerdkaannya dan tengah menghadapi revolusi fisik Indonesia sudah berbenah memperhatikan masalah pendidikan dan dibentuklah Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K).
Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan(PP dan K) pertama adalah Ki Hajar    Dewantara,  sejalan sejarah bangsa dan Negara Indonesia sejak 17 Agustus 1945 hingga sekarang pendidikan di Indonesia mengalami pasang surut,serta kurang waktu tertentu,yang di tandai dengan peristiwa-peristiwa penting dan tonggak sejarah sebagai pengingat.
Departemen Agama dan Departemen Depdikbud di percaya untuk membuat peraturan-peraturan pendidikan oleh pemerintah RI, proses membuat peraturan-peraturanya adalah
1.      1946 di kelurkannya peraturan oleh Mentri Agama dan Mentri Pengajan & Pendidikan yaitu,pendidikan agama di berikan mulai kelas IV SR(sekolah rakyat =sekolah dasar) VI;
2.      1947 peraturan dari kedua mentri tersebut yang belum dapat berjalan dengan semestinya mengalami pertimbangan, pertimbangan tersebut yang di pimpin oleh Ki Hajar Dewantoro dari Departemen P&K dan Prof.Drs Abdullah Sigit dari Departemen Agama;
3.      1950 kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh Indonesia dan pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia makin di sempurnakan dengan dibentuknya  panitia bersama yang dipimpin oleh Prof.Mahmud Yunus dari Departemen Agama dan Mr.Hadi dari Departemen P&K.
4.      1951 SKB yang di keluarkan oleh Prof.Mahmud Yunus dan Mr.Hadi adalah:
a.       Pendidikan agama yang di berikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat dan Sekolah Dasar;
b.      Di daerah-daerah masyarakat agamanya kuat (misalnya Sumatera,Kalimantan dan lain-lain), maka pendidikan agama di berikan mulai kelas 1 SR dengan catatan bahwapengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamnya diberikan mulai kelas IV;
c.       Di sekolah Lanjutan Pertama dan Tingkat Atas(umum dan kejuruan ) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu;
d.      Pendidikan agma di berikan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua/walinya;
e.       Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama,dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.

SUMBER : Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta ; Kencana, 2009

Jumat, 06 Juli 2012

Kurikulum


PENDAHULUAN
Visi reformasi pembangunan dalam rangka penyelamatan dan reformasi kehidupan nasional yang tertera dalam garis-garis besar haluan-haluan negara adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.[1]
Untuk kepentingan tersebut diperlukan perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pendidikan nasional, yang dipandang oleh berbagai pihak sudah tidak efektif, dan tidak mampu lagi memberikan bekal, serta tidak dapat mempersiapkan peserta didik untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Perubahan mendasar tersebut berkaitan dengan kurikulum, yang dengan sendirinyamenuntut dan mempersyaratkan berbagai perubahan pada komponen-komponen pendidikan lain.[2]
Berkaitan dengan perubahan kurikulum, berbagai pihak menganalisis dan melihat perlunya diterapkan kurikulum berbasis kompetensi, yang dapat membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan yang sesuai dengan tuntutan jaman dan tuntutan reformasi, guna menjawab tantangan arus globalisasi, berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan kesejahteraan social, lentur, dan adaptif terhadap berbagai perubahan. Kurikulum berbasis kompetensi diharapkan mampu memecahkan berbagai persoalan bangsa, khususnya dalam bidang pendidikan, dengan mempersiapkan peserta didik, melalui perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap sistem pendidikan secara efektif, efisien, dan berhasil guna.
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam penegmbangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso, maupun mikro.[3]
Tujuan utama kurikulum berbasis kompetensi adalah memandirikan atau memberdayakan sekolah dalam mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan kepada peserta didik, sesuai dengan kondisi lingkungan.
PERMASALAHAN
Permasalahan yang timbul dalam makalah ini, sebagai berikut:
A.    Apa pengertian KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)?
B.     Bagaimana karakteristik KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)?
PENJELASAN
A.    Pengertian Kompetensi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Dalam rangka mempersiapkan lulusan pendidikan memasuki era globalisasi yang penuh tantangan dan ketidakpastian, diperlukan pendidikan yang dirancang berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan. Untuk kepentingan tersebut pemerintah memprogramkan kurikulum berbasis kompetensi sebagai acuan dan pedoman bagi pelaksana pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan.[4]
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. McAshan mengemukakan bahwa kompetensi: “ . . . is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his being to the exent he or she can satisfactorily perfom particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan itu, Finch Crunkilton mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu. [5]
Berdasarkan penjelasan di atas tentang kompetensi, maka kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu konsep kurikulum yang menekankan kepada pengembangan kemampuan melakukan tugas-tugas dengan standar performansi tertentu.
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. [6]

Kurikulum berbasis kompetensi diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab. Kurikulum berbasis kompetensi memfokuskan kepada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat tujuan pemebelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mecapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajartuntas dan pengembangan bakat, setiap peserta didik harus diberi kesempatanuntuk mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing.[7]
Terdapat tiga landasan teoretis yang mendasari kurikulum berbasis kompetensi. Pertama, adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok kea rah pembelajaran individual. Dalam pembelajaran individual setiap peserta didik dapat belajar sendiri, sesuai dengan cara dan kemampuan masing-masing, serta tidak bergantung kepada orang lain. Untuk itu, diperlukan pengaturan kelas yang fleksibel, baik sarana maupun waktu, karena dimungkinkan peserta didik belajar dengan kecepatan yang berbeda, penggunaan alat yang berbeda, serta mempelajari bahan ajar yang berbeda pula. Kedua, pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) ataupun belajar sebagai penguasaan (learning for mastery) adalah suatu falsafah pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan sistem pembelajaran yang tepat, semua peserta didik dapat mempelajari semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik. Bloom dalam Hall (1986) menyatakan bahwa “sebagian besar peserta didik dapat menguasai apa yang diajarkan kepadanya, dan tugas pembelajaran adalah mengkondisikan lingkungan belajar yang memungkinkan peserta didik menguasai bahan pembelajaran yang diberikan. Ketiga, pendefinisian kembali terhadap bakat. Dalam kaitan ini Hall (1986) menyatakan bahwa setiap peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, jika diberikan waktu yang cukup. Jika asumsi tersebut diterima maka perhatian harus dicurahkan kepada waktu yang diperlukan untuk kegiatan belajar. Dalam hal ini, perbedaan antara peserta didik yang pandai dengan yang kurang (bodoh) hanya terletak pada masalah waktu, peserta didik yang bodoh memerlukan waktu yang cukup lama untuk mempelajari sesuatu atau memecahkan suatu masalah, sementara yang pandai bisa lebih cepat melakukannya.[8]  
      
B.     Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi antara lain mencakup seleksi kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapaian kompetensi; dan pengembangan sistem pembelajaran.[9]
Dari beberapa sumber sedikitnya dapat diidentifikasikan enam karakteristik kurikulum berbasis kompetensi, sebagai berikut:
1.      Sistem Belajar dengan Modul
Kurikulum berbasis kompetensi menggunakan modul sebagai system pembelajaran. Dalam hal ini modul merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang seraca sistematis untuk membantu peserta didik mencapai tujuan belajar. Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional, dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik,disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru. Sebuah modul  adalah pernyataan satuan pembelajaran denga tujuan-tujuan, pretes aktivitas belajar yang memungkinkan peserta didik memperoleh kompetensi-kompetensi yang belum dikuasai dari hasil pretes, dan mengevaluasi kompetensinya untuk menukur keberhasilan belajar.
Tujuan utama system modul adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemeblajaran di sekolah, baik waktu, dana, fasilitas, maupun tenaga guna mencapai tujuan secara optimal.[10]

2.      Menggunakan Keseluruhan Sumber Belajar
Suatu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran antara lain belum dimanfaatkannya sumber belajar secara maksimal, baik oleh guru maupun peserta didik. Hal tersebut lebih dipersulit lagi oleh suatu kondisi yang turun temurun, dimana guru mendominasi kegiatan pembelajaran. Dalam kurikulum berbasis kompetensi guru tidak lagi berperan sebagai actor/aktris utama dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran dapat dilakukan dengan mendayagunakan aneka ragam sumber belajar. Dengan demikian tidak ada lagi anggapan bahwa kegiatan pembelajaran baru dikatakan sempurna kalau ada ceramah dari guru. Demikian halnya peserta didik harus dapat belajar dengan baik tanpa didampingi oleh guru. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal peserta didik dituntut tidak hanya mengandalkan diri dari apa yang terjadi di dalam kelas, tetapi harus mampu dan mau menelusuri aneka ragam sumber belajar yang diperlukan.[11]

3.      Pengalaman Lapangan
Kurikulum berbasis kompetensi lebih menekankan pada pengalaman lapangan untuk mengakrabkan hubungan antara guru dengan peserta didik.keterlibatan anggota tim gruru dalam pembelajaran di sekolah memudahkan mereka untuk mengikuti perkembangan yang terjadi selama peserta didik mengikuti pembelajaran. Di samping itu mereka juga dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman dalam ruang lingkup yang lebih luas untuk menunjang profesinya sebagai guru. Pengalaman lapangan dapat secara sistematis melibatkan masyarakat dalam pengembangan program, aktivitas, dan evaluasi pembelajaran. Karena masyarakat adalah pemakai produk pendidikan dan dalam banyak kasus, sekaligus sebagai penyandang dana untuk pembangunan dan pengoprasian program. Pengalaman lapangan dapat melibatkan tim guru, sehingga memungkinkan terkerahkannya kekuatan dan minat peserta didik terhadap pelaksanaan pembelajaran, dan terlindunginya guru terhadap rasa tidak senang terhadap peserta didik. Bekerja secara tim dalam pembelajaran dimungkinkan penerapan pendekatan pembelajaran terpadu yang dapat mengurangi kesenjangan. Dengan begitu, para guru yang merencanakan dan mengintegrasikan pembelajaran bagi peserta didik dapat berbagi informasi dan saling bertukar pengalaman. Kegiatan ini menguntungkan bagi pesrta didik, terutama bagi tumbuhnya sikap terbuka dan demokratis sebagai dampak dari pandangan yang bervariasi terhadap kebutuhan mereka.[12]
   
4.      Strategi Individual Personal
Kurikulum berbasis kompetensi mengusahakan strategi belajar individual personal. Belajar individual adalah belajar berdasarkan tempo belajar peserta didik, sedangkan belajar personal adalah adalah interaksi educatif berdasarkan keunikan peserta didik: bakat, minat, dan kemampuan (personalisasi).
Kurikulum berbasis kompetensi tidak akan berhasil secara optimal tanpa individualisasi dan personalisasi. Individualisasi dan personalisasi dalam konteks ini tidak hanya sekedar individualisasi dalam pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kognitif peserta didik, tetapi mencakup respon terhadap perasaan pribadi dan kebutuhan pertumbuhan psikososial peserta didik. Dalam rangka mengembangkan strategi individual personal, pengembangan program kurikulum  berbasis kompetensi perlu melibatkan berbagai ahli, terutama ahli psikologi, baik psikologi perkembangan, maupun psikologi belajar (psikologi pendidikan).[13]
 
5.      Kemudahan Belajar
Kemudahan belajar dalam kurikulum berbasis kompetensi diberikan melalui kombinasi antara pembelajaran individual personal dengan pengalaman lapangan dan pembelajaran secara tim (team teaching). Hal tersebut dilakukan melalui berbagai saluran komunikasi yang dirancang untuk itu, seperti video, televise, radio, buletin, jurnal, dan surat kabar. Berbagai media komunikasi tersebut perlu didayagunakan secara optimal untuk memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik dalam menguasai dan memahami kompetensi tersebut.
Menurut konsep kurikulum berbasis kompetensi, belajar merupakan perubahan dari tidak bisa menjadi bisa melakukan. Tujuan, sasaran dan penilaian semuanya terfokus pada kompetensi yang dimiliki peserta didik atau pekerjaan yang mampu dilakukannya setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.[14]

6.      Belajar Tuntas
Belajar tuntas merupakan strategi pembelajaran yang dapat dilaksanakan di dalam kelas, dengan asumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik akan mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil belajar secara maksimal terhadap seluruh bahan yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu, dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para paserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).[15]



[1] E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 3.
[2] E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 7.
[3] E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 8.
[4]  E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 37.

[5]  E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 38.
[6] E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 8.
[7] E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 39-40.

[8] E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 40-41.
[9] E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 42.
[10] E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 43.
[11] E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 47-48.
[12] E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 51-52.
[13] E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 52.
[14] E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 52-53.
[15] E. Mulyana,  Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. Ke-11, halaman 53.